Salah Satu Sisi Cerita, Bukan Satu-Satunya
Name: Clara Felicia Mahasti
IG Handle:@clarfm
Sulit rasanya menceritakan tentang kehidupan di Indonesia tanpa membahas hal-hal SARA. Pasalnya, isu kemanusiaan di sini erat sekali dengan si SARA ini.
Nama kakek saya Abdul, suka makan sayur bening.
Nama ayah saya Mohammad, satu-satunya orang bernama Mohammad yang suka makan babi.
Mungkin karena nama saya sama dengan nama seorang santa, banyak yang mengira saya seorang Kristiani. Tidak sedikit juga yang bilang bahwa wajah saya Kristen. Memangnya di jidat saya muncul tanda salib kalau digosok?
Coba tebak agama saya apa! Jawabannya tidak ada di daftar agama resmi yang ada di Indonesia.
Sejak TK sampai SMA, saya bersekolah di sekolah Katolik di Bandung, yang mayoritas muridnya Kristiani. Ketika SD, kami diminta membuat pohon keluarga di komputer. Ketika melihat nama anggota keluarga saya, teman saya bertanya, “Hah, kamu Islam?” dengan ekspresi kaget dan kecewa. Sejak saat itu, saya selalu menulis nama Ibu saya sebagai perwakilan orang tua, bukan seperti murid lain yang menulis nama ayah mereka. Bukan karena nama ayah saya memang tidak tercantum di akte kelahiran, tapi karena reaksi teman saya yang kurang mengenakkan waktu SD itu.
Ada banyak teman sekolah saya waktu itu yang masih sentimen dengan orang Muslim. Ini bukan tanpa sebab, sentimen itu pasti ada akarnya. Saya pernah bertetangga dengan seorang pendeta yang rumahnya menyatu dengan ruangan Gereja. Sering ada orang yang menyebar rumor buruk tentang Gereja itu, menuduh itu tempat mabuk dan judi. Bahkan, ada yang pernah melemparinya dengan batu. Padahal, saya pernah diundang ke perayaan natal di sana dan tentu rumor itu salah. Saat mulai berkepala dua, barulah saya mengetahui tentang isu KBB, bahwa sampai saat ini masih banyak Gereja di Bandung yang tidak mendapat izin berdiri. Masa mau berbicara dengan Tuhan saja harus izin ke manusia?
Tapi di sisi lain, saya sangat senang dengan kehadiran humor dan konten receh di Indonesia, yang membungkus hal-hal SARA dengan gelak tawa. Keragaman adalah hal yang bisa kita tertawakan, bukan alasan untuk percekcokan.