D.Y. Octa - Sangkar Camar Tak Bersayap

@ilustracer

Tiada kebebasan selama harapan akan masa depan masih bergantung pada sebuah kekuatan tunggal yang mutlak. Namun kali ini aku tidak akan membicarakan seberapa kuat dan mutlak kekuasaan itu. Bukannya aku tidak peduli, aku hanya terlalu sibuk bertahan hidup untuk hari esok dengan segala ketidakpastiannya. Terserah bila orang menganggap ku apatis yang perlahan menjadi pragmatis, aku tidak peduli.

Seandainya mereka tahu bagaimana rasanya menjadi orang yang dianggap mampu namun pada kenyataannya butuh bantuan atau menjadi orang yang dianggap tidak butuh namun sejatinya tidak mampu. Seandainya mereka tahu, rasanya menjadi masyarakat kelas menengah seperti ku.

Sebagai orang yang butuh perhatian yang mendapatkan “gelar mampu” dari penguasa, Aku seperti anak tiri di sebuah keluarga yang ayahnya menaruh perhatian lebih ke si sulung, sedangkan perhatian ibu sudah terkuras habis oleh si bungsu. Porsi untuk aku bisa mengembangkan minat dan bakat ku terlalu sempit dan sedikit. Aku tidak membenci ketidakadilan itu, Aku hanya benci pada ekspektasi ayah yang begitu besar kepada ku untuk bisa menjadi sosok kakak sulung, serta adanya harapan dari ibu untuk turut memperhatikan dan mengawasi adik bungsu.

Sebagai anak yang tidak mendapatkan perhatian, seharusnya aku berhak menolak semua ekspektasi berkedok tanggungjawab yang mereka bebankan pada ku. Akan tetapi aku masih sadar, tanpa adanya ayah dan ibu aku tidak berdaya. Itulah mengapa, sebagai masyarakat kelas menengah aku harus tetap patuh pada sistem yang mengharuskan aku untuk berusaha secara mandiri. Walau tidak tidak diperhatikan, bukan menjadi alasan bagi ku untuk tidak bertahan hidup.

Ibarat burung camar yang bisa terbang bebas di atas lautan, Aku juga ingin bebas tanpa beban walau tidak diperhatikan. Namun apa daya, Aku hanyalah burung camar yang tak bersayap dan terkurung dalam sangkar penguasa bermata kuda. Aku hanyalah rakyat kelas menengah yang tidak diperhatikan namun dipaksa patuh oleh penguasa. Padi dan kapas tidaklah benar-benar nyata.

Previous
Previous

Wilsen - “Menjadi Warga Negara Indonesia”

Next
Next

Carina Fernanditha